Untuk seminar hari pertama, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil merespon dengan baik gagasan tentang Kota Terakota, bahkan dengan langkah-langkah yang sangat taktis, yakni merancang beberapa bangunan publik di Majalengka dengan menggunakan material Terakota.
Baginya, Jatiwangi harus memiliki ‘menu’ baru di dalam mengolah tanah selain genteng dan bata, sebagai upaya mendorong tumbuhnya perekonomian baru yang tetap berbasis pada sumberdaya lokal, yakni tanah. Ia bahkan meneteapkan bahwa Terakota dapat menjadi identitas kota Majalengka.
Pada seminar hari kedua di panel pertama, pembahasan fokus mengenai kemungkinan gagasan Kota Terakota dapat masuk kedalam dokumen masterplan Pemerintah Kabupaten Majalengka. Untuk itu, kami mengundang City Planner Department yang mempunyai kewenangan dalam merancang dokumen masterplan yang berskala makro dan Civil Engineering Department yang bertugas merancang masterplan yang berskala mikro. Kedua department ini menyambut baik gagasan Kota Terakota. Mereka melihat ini sebagai sebuah gagasan perencanaan kota yang langsung datang dari warga dan sangat berhubungan erat dengan konteks serta sumberdaya lokal. Meneruskan apa yang telah dimulai dan dibahas di dalam forum Cerita Ruang 4 Babak yang diselenggarakan oleh KKK. Salah satu output kongkrit dari pembahasan seminar hari kedua ini adalah gagasan Kota Terakota diakomodir ke dalam dokumen masterplan Kabupaten Majalengka dengan istilah Kawasan Terakota Jatiwangi.
Pada panel kedua, kami mengundang National Land Departement—institusi Pemerintah yang di mimicri oleh BKP—serta Environtment Department untuk membahas gagasan tentang Kota Terakota secara kultural dan ekologis. National Land Department melihat gagasan ini sebagai upaya warga dalam memberdayakan tanah yang merupakan aspek penting di dalam konteks kepemilikan lahan. Environtment Department kemudian menambahkan dengan berbagai pertimbangan ekologis yang harus diperhatikan seperti menjaga keseimbangan resource dari tanah untuk Kota Terakota serta pengendalian limbah dan polusi.
Di hari ketiga panel pertama, we invite Industrial and Trade Department from provincial level also Industrial and Trade Department from the city level untuk membicarakan kemungkinan dari diversifikasi produk terakota dalam gagasan kota terakota yang diusahakan ini dapat menjadi industri baru di Jatiwangi. Gagasan ini tentu sangat memerlukan pendampingan dari hulu hingga hilir, terutama di wilayah produksi dan distribusi.
Pada panel kedua, kami mengundang Meteorology and Geophsysic Department untuk memberikan pandangannya, terutama karena tanah merupakan sumber daya alam yang sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis. Mereka melihat bahwa gagasan ini memiliki peluang dalam menjaga keseimbangan ekologi dan dapat menciptakan sebuah kota Industri yang lebih ramah dan berkelanjutan. Menurut ramalan mereka, Jatiwangi akan mengalami kenaikan suhu hingga tahun 2040 dan menjadi daerah terpanas di Majalengka. Pemanfaatan material tanah di dalam arsitektur secara proporsional dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi naiknya suhu di Jatiwangi, karena material tanah dapat menyerap panas dan melepaskanya ketika suhu lingkungan menjadi dingin. Di samping itu, industri terakota juga sangat bergantung pada keseimbangan cuaca dan iklim, karena jika terlalu panas atau intensitas hujan terlalu besar akan menyebabkan kegagalan produksi. Untuk itu, gagasan kota terakota ini dapat mendorong untuk menjaga ketersedian ruang terbuka hijau dan pengendalian intensitas bangunan yang menyebabkan pemanasan global akibat efek rumah kaca.