Dari Tanah Kembali Ke Tanah

Hamparan Keramat

Apa yang dibayangkan ketika mendengar kata keramat? Terutama ketika kata tersebut dilekatkan ke wilayah tempat kita tinggal, seperti Jatiwangi. Keramat yang berasal dari bahasa Arab Karomah, yang berarti hormat/menghormati/penghormatan/pemuliaan, ditempatkan sebagai cara memandang wilayah yang menjadi lokasi eksperimentasi artistik terhadap lanskap kultural Jatiwangi. Sebuah wilayah yang sedang tumbuh menjadi kota industri, menjadi urban, menjadi padat, namun sekaligus Jatiwangi yang keramat.

Wujud penghormatan itu tidak hanya berupa pemunculan narasi masa lalu yang berisi kisah-kisah, namun juga terkait dengan hajat hidup hari ini yang berpijak dan erat dengan tanah, sehingga membentuk masa yang akan datang. Hamparan Keramat, dengan demikian, adalah sebuah cara pandang yang diam-diam dan mau tidak mau mewujud ke dalam imajinasi-imajinasi merencanakan wilayah.

Hamparan Keramat mengundang 2 seniman dari Asia Tenggara dan 2 seniman dari Indonesia yang akan melakukan riset artistik terkait lanskap tanah dan pembangunan juga kebudayaan, serta berkolaborasi dengan institusi formal pemerintah dan non-formal di wilayah Jatiwangi. Dengan mengaktivasi satu sama lain dan terbuka dengan berbagai macam kemungkinan kolaborasi merupakan metode yang ditekankan oleh Badan Kajian Pertanahan untuk terlibat dengan pengembangan wilayah.

Catatan dan Pekerjaan Rumah

Ada beberapa catatan, pertama, terkait konsep mimikri terhadap Badan Pertanahan Nasional yang menjadi premis BKP sejak awal. Bagaimana institusi ini, yang diniatkan berdampingan dengan apa yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional, dapat dikenali oleh komunitas Pemerintahan. Melalui proyek residensi Hamparan Keramat dan Seminar “Kebudayaan Tanah Dalam Penataan Ruang”, BKP melakukan eksperimentasi yang benar-benar baru. Jika sebelumnya, apa yang dilakukan bersifat eksperimentasi artistik dengan komunitas warga, maka pada dua proyek tersebut, BKP benar-benar ingin ambil bagian di dalam komunitas pemerintahan. Untuk kemudian dipersepsi oleh komunitas pemerintahan sebagai kerja yang mereka kenali, karena menggunakan bahasa dan pendekatan yang sama.

Pada residensi Hamparan Keramat, melalui proyek Kelompok Kurator Kampung misalnya, BKP dapat menjalin hubungan lebih dalam dengan pemerintah sehingga dapat menjalin hubungan lebih dalam dengan pemerintah sehingga dapat bergerak lebih jauh untuk melakukan praktik kerja artistik yang berdampingan dengan kerja pemerintah secara langsung. Kesempatan untuk bekerjasama dengan Bappelitbangda untuk merancang forum dialog yang melibatkan ragam subjek di Majalengka menjadi sebuah langkah taktis untuk memasukkan gagasan warga ke dalam skema perencanaan wilayah.

Kedua, apa yang dipresentasikan oleh kelompok seniman undangan melalui pameran menjadi awal mula dari proses kerja panjang yang harus diteruskan dan dikerjakan oleh Badan Kajian Pertanahan sebagai sebuah institusi. Hasil riset dan data temuan menentukan arah pekerjaan BKP untuk ke depannya. Apa yang dihasilkan oleh KKK dan live.make.share, harus dikawal hingga menghasilkan sebuah RDTR yang sah. BKP dan Bappelitbangda, pada tahap ini menjadi rekan kerja di dalam penyusunannya. Tak lupa juga dengan apa yang dihasilkan oleh Arisan Tenggara dan Rempah Embassy. Strategi atau bentuk pendekatan apa yang bisa dilakukan untuk mengkomunikasikan temuan-temuan ini ke dalam kerja penataan ruang oleh pemerintah.

Ketiga, pencapaian seminar. Model seminar yang diinisiasi warga dengan mempertemukan jajaran pemerintahan untuk membahas gagasan yang diajukan oleh warga, merupakan sebuah pencapaian tersendiri. Meskipun begitu, kami menyadari, bahwa seminar yang diniatkan untuk ‘menitipkan’ gagasan kepada pemerintah untuk kemudian mensinergikannya, harus terkendala oleh model seminar berbentuk panel-panel khusus yang terpisah jam dan hari. seminar yang justruk diniatkan tercapainya sebuah pemahaman yang holistik dari berbagai aspek mengenai kawasan terakota agar tercapai sebuah sinergi antar departemen di pemerintahana, menjadi tidak maksimal. Sebabnya, model panel-panel seperti itu menyebabkan terpisahknya pembicaraan/diskusi antara satu sama lainnya, karena tidak hadirnya seluruh pembicara dan peserta di keseluruhan panel.

Meskipun begitu, tak lama setelah forum yang digagas KKK dan seminar yang melibatkan Kepala Bappelitbangda, pada 3 Juli 2019, Bappelitbangda mengundang Jatiwangi art Factory untuk mematangkan konsep wilayah terakota. Pertemuan tersebut membuahkan hasil yang kongkrit, yakni dimasukannya gagasan Kota Terakota ke dalam dokumen RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kab. Majalengka oleh Bappelitbangda, dengan sebutan; Kawasan Terakota Jatiwangi.

SENIMAN YANG TERLIBAT

All work on this site is licensed under an Attribution-Noncommercial-Share Alike 3.0 Creative Commons License.